Jumat, 14 Maret 2014

Answer !



Answer

“Semoga umurku lebih pendek daripada umurmu” kata-kata itu kembali terngiang di telingaku. Aku tertunduk sedih di depan gundukan merah itu, baunya masih wangi, tempat ini sudah benar-benar sepi sejak 2 jam yang lalu, tapi aku masih enggan beranjak meskipun matahari sudah mulai turun. Aku masih mengingat jelas ketika Ziya mengatakan keinginannya itu padaku. Walaupun sudah 1 tahun berlalu , ingatan itu masih nampak jelas dan ekspresinya saat itu masih tak pernah kulupakan. Aku masih ingat saat kutanya mengapa, ia hanya menjawabnya dengan senyuman, seperti biasa. Ia suka tersenyum, dan aku menyukai senyumnya, kapanpun aku mengingat senyumnya aku pasti merindukannya.
“Keinginannmu terkabul” Aku bergumam sambil memegang batu nisannya, air mataku mengalir. Aku tidak menyangka aku sebodoh itu, 2 tahun aku bersamanya tapi aku tidak tahu apa-apa tentang dirinya dan bagaimana keadaannya. Atau dia kah yang terlalu pandai menyembunyikan semuanya dariku?
Sejak kecil jantungnya tidak sempurna, ia seperti hidup dalam keberuntungan dan keajaiban hingga bisa bertahan sampai sejauh ini. Seumur hidupnya, hingga saat ini ia menunggu untuk transplantasi jantung, tapi ia tak pernah mendapatkannya. Dokter telah memvonis usiannya tak akan lebih dari 17 tahun, tapi ia berhasil bertahan selama satu tahun hingga di usianya yg ke 18 tahun. Ya, tepat ke 18 tahun, kemarin adalah hari ulang tahunnya. Bisakah aku menerima semua ini? Harus ! Itulah yang dapat ku terima.
Mengingatmu itu menyenangkan, membuatku selalu tersenyum. Namun, apakah aku juga harus mengingat peristiwa kemarin? Di hari menjelang kematianmu? Apakah aku bisa tersenyum lagi ketika aku mengingatmu?
Aku tidak tega melihat wajah pucat itu, mata yang sayu, kenapa ia menjadi seperti ini? Sedikit senyum tersungging di bibirnya yang pucat. Sepertinya ia memang sudah menyiapkan untuk semua ini. 
“Kenapa baru sekarang….?” Tanyaku perlahan saat aku duduk di sebelah tempat tidurnya.
“Kali ini biarkan aku yang berbicara…” Matanya seakan menyuruhku untuk tidak bertanya lagi. Senyumnya masih sama, selalu membuatku menjadi lebh tenang.
“Ada banyak pertanyaan yang selalu kau tanyakan dulu. Aku tahu aku jarang menjawabnya. Aku ingin menjawab semuanya sekarang, walaupun aku tidak tahu itu masih berguna atau tidak bagimu…” Ia kembali tersenyum, aku tertunduk tidak tahu harus menjawab apa. Tapi, setidaknya aku tahu, mungkin ini pembicaraanku yang terakhir dengannya.
Aku masih ingat saat aku bertanya mengapa kau ingin umurmu lebih pendek dari pada umurku. “Karena aku tidak ingin melewatkan satu haripun tanpamu” begitu kau menjawabnya. Sekarang aku tahu itu bukan keinginan, tapi kau sudah tahu kalau seperti inilah akhirnya. Ingatanku melayang tak beraturan, semuanya terlintas begitu saja dengan pertanyaan yang pernah kulontarkan padanya. Aku mengingat saat aku membaca tulisan di bukunya tentng kenaikan kelas di tahun ajaran baru. Aku juga sempat bingung mengapa kau sangat ingin berada di kelas itu. Kelas yang di angkatan sebelumnya merupakan kelas dengan julukan terburuk. Seperti biasa kau menjawabnya dengan senyuman dan mengalihkan pembicaraan. Kau sepertinya sangat bangga dengan kelasmu waktu itu dan ya, kau dan teman-temanmu berhasil membuatnya menjadi kelas terbaik. Tanpa kusadari bahwa hanya kelas itulah yang berhadapan langsung dengan kelasku. Ingin melihatku setiap hari? kau selalu saja bisa membuatku geli. Tapi apa kau tahu? aku juga melakukan hal sama seperti yang kau lakukan. Hingga aku rela pindah tempat duduk dekat dengan jendela agar dapat melihatmu yang berada di dalam kelas. Menyenangkan ketika benar-benar dapat melihatmu yang sedang serius mengikuti pelajaran tapi pada akhirnya ku ganggu dengan mengirimimu pesan. 
“Kenapa bangau kertas?” kau tahu  kan aku paling tidak bisa membuat origami. Itu membuatku pusing, bagaimana aku dapat mengabulkan permintaanmu? aku juga heran ketika kau berkata untuk membuatkan 1000 bangau kertas sebagai syarat untuk menjadi pacarmu. Aku pun rela meminta temanku untuk mengajariku membuatnya walaupun satu minggu lagi adalah ujian akhir sekolah. Tapi tiba-tiba kau hanya menyuruhku untuk membuatkan 15 bangau kertas saja, aku senang karena itu lebih mudah meskipun aku masih tidak tahu apa alasanmu.
Kau bilang 1000 bangau kertas dapat mengabulkan satu permohonan, aku tidak tahu kau membaca dongeng dari mana tapi itu membuatku geli. Sebenarnya tidak usah membuat bangau jika kau menginginkan sesuatu, katakan saja padaku, aku akan berusaha mengabulkannya. “Kalau aku udah gak ada nanti, ingatlah hal-hal yang indah aja ya, jangan waktu kita marahan” permintaanmu membuatku tersenyum. Saat bersamamu semua hal itu indah. Benakku berkata kau yang terindah.
“Maaf kalau aku sering marah-marah gak jelas ke kamu, aku tahu aku bukan orang penyabar, maaf selalu membingungkanmu. Tapi, itu karena aku menyukaimu”. Aku tahu, aku juga sering merasa begitu ketika aku bersamamu. Perasaanku tidak terkendali, aku tidak nyaman ketika jantungku berdebar, pikiranku pun kosong, aku tidak tahu apakah aku benar-benar memiliki pikiran. Tapi, aku sangat menikmatinya. Kau pun tersenyum untuk terakhir kalinya sebelum matamu tertutup untuk selamanya.
Hari semakin menjelang gelap, sebenarnya aku masih enggan meninggalkanmu sendiri disini. Aku ingin selalu menemanimu. Aku mengeluarkan sesuatu dari dalam saku ku. Sesuatu yang kau berikan di hari kelulusan, hadiah yang ku inginkan darimu. Mungkin pulpen merah ini terlihat tidak berguna karena ini adalah pulpen yang sudah kosong tanpa tinta di dalamnya, tapi ini bisa menorehkan sebuah cerita di dalam hatiku. Akan ku bawa kemanapun aku pergi, sebenarnya kamu tetap bersamaku, selalu. Aku pun menyadari aku akan selalu tersenyum ketika mengingatmu. Perlahan, aku pun beranjak dari tanah merah bertabur bunga itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar