Answer
“Semoga umurku lebih pendek daripada umurmu” kata-kata itu kembali terngiang di telingaku. Aku tertunduk sedih di depan gundukan merah itu, baunya masih wangi, tempat ini sudah benar-benar sepi sejak 2 jam yang lalu, tapi aku masih enggan beranjak meskipun matahari sudah mulai turun. Aku masih mengingat jelas ketika Ziya mengatakan keinginannya itu padaku. Walaupun sudah 1 tahun berlalu , ingatan itu masih nampak jelas dan ekspresinya saat itu masih tak pernah kulupakan. Aku masih ingat saat kutanya mengapa, ia hanya menjawabnya dengan senyuman, seperti biasa. Ia suka tersenyum, dan aku menyukai senyumnya, kapanpun aku mengingat senyumnya aku pasti merindukannya.
“Keinginannmu
terkabul” Aku bergumam sambil memegang batu nisannya, air mataku mengalir. Aku
tidak menyangka aku sebodoh itu, 2 tahun aku bersamanya tapi aku tidak tahu
apa-apa tentang dirinya dan bagaimana keadaannya. Atau dia kah yang terlalu
pandai menyembunyikan semuanya dariku?
Sejak kecil
jantungnya tidak sempurna, ia seperti hidup dalam keberuntungan dan keajaiban
hingga bisa bertahan sampai sejauh ini. Seumur hidupnya, hingga saat ini ia
menunggu untuk transplantasi jantung, tapi ia tak pernah mendapatkannya. Dokter
telah memvonis usiannya tak akan lebih dari 17 tahun, tapi ia berhasil bertahan
selama satu tahun hingga di usianya yg ke 18 tahun. Ya, tepat ke 18 tahun,
kemarin adalah hari ulang tahunnya. Bisakah aku menerima semua ini? Harus !
Itulah yang dapat ku terima.
Mengingatmu itu
menyenangkan, membuatku selalu tersenyum. Namun, apakah aku juga harus
mengingat peristiwa kemarin? Di hari menjelang kematianmu? Apakah aku bisa
tersenyum lagi ketika aku mengingatmu?
Aku tidak tega
melihat wajah pucat itu, mata yang sayu, kenapa ia menjadi seperti ini?
Sedikit senyum tersungging di bibirnya yang pucat. Sepertinya ia memang sudah
menyiapkan untuk semua ini.
“Kenapa baru
sekarang….?” Tanyaku perlahan saat aku duduk di sebelah tempat tidurnya.
“Kali ini
biarkan aku yang berbicara…” Matanya seakan menyuruhku untuk tidak bertanya
lagi. Senyumnya masih sama, selalu membuatku menjadi lebh tenang.
“Ada banyak
pertanyaan yang selalu kau tanyakan dulu. Aku tahu aku jarang menjawabnya. Aku
ingin menjawab semuanya sekarang, walaupun aku tidak tahu itu masih berguna
atau tidak bagimu…” Ia kembali tersenyum, aku tertunduk tidak tahu harus menjawab
apa. Tapi, setidaknya aku tahu, mungkin ini pembicaraanku yang terakhir
dengannya.
Aku masih ingat
saat aku bertanya mengapa kau ingin umurmu lebih pendek dari pada umurku.
“Karena aku tidak ingin melewatkan satu haripun tanpamu” begitu kau
menjawabnya. Sekarang aku tahu itu bukan keinginan, tapi kau sudah tahu kalau
seperti inilah akhirnya. Ingatanku melayang tak beraturan, semuanya terlintas
begitu saja dengan pertanyaan yang pernah kulontarkan padanya. Aku mengingat
saat aku membaca tulisan di bukunya tentng kenaikan kelas di tahun ajaran baru.
Aku juga sempat bingung mengapa kau sangat ingin berada di kelas itu. Kelas
yang di angkatan sebelumnya merupakan kelas dengan julukan terburuk. Seperti
biasa kau menjawabnya dengan senyuman dan mengalihkan pembicaraan. Kau
sepertinya sangat bangga dengan kelasmu waktu itu dan ya, kau dan teman-temanmu
berhasil membuatnya menjadi kelas terbaik. Tanpa kusadari bahwa hanya kelas
itulah yang berhadapan langsung dengan kelasku. Ingin melihatku setiap hari?
kau selalu saja bisa membuatku geli. Tapi apa kau tahu? aku juga melakukan hal
sama seperti yang kau lakukan. Hingga aku rela pindah tempat duduk dekat dengan
jendela agar dapat melihatmu yang berada di dalam kelas. Menyenangkan ketika
benar-benar dapat melihatmu yang sedang serius mengikuti pelajaran tapi pada
akhirnya ku ganggu dengan mengirimimu pesan.
“Kenapa bangau
kertas?” kau tahu kan aku paling tidak
bisa membuat origami. Itu membuatku pusing, bagaimana aku dapat mengabulkan
permintaanmu? aku juga heran ketika kau berkata untuk membuatkan 1000 bangau
kertas sebagai syarat untuk menjadi pacarmu. Aku pun rela meminta temanku untuk
mengajariku membuatnya walaupun satu minggu lagi adalah ujian akhir sekolah.
Tapi tiba-tiba kau hanya menyuruhku untuk membuatkan 15 bangau kertas saja, aku
senang karena itu lebih mudah meskipun aku masih tidak tahu apa alasanmu.
Kau bilang 1000
bangau kertas dapat mengabulkan satu permohonan, aku tidak tahu kau membaca
dongeng dari mana tapi itu membuatku geli. Sebenarnya tidak usah membuat bangau
jika kau menginginkan sesuatu, katakan saja padaku, aku akan berusaha
mengabulkannya. “Kalau aku udah gak ada nanti, ingatlah hal-hal yang indah aja
ya, jangan waktu kita marahan” permintaanmu membuatku tersenyum. Saat bersamamu
semua hal itu indah. Benakku berkata kau yang terindah.
“Maaf kalau aku
sering marah-marah gak jelas ke kamu, aku tahu aku bukan orang penyabar, maaf
selalu membingungkanmu. Tapi, itu karena aku menyukaimu”. Aku tahu, aku juga
sering merasa begitu ketika aku bersamamu. Perasaanku tidak terkendali, aku
tidak nyaman ketika jantungku berdebar, pikiranku pun kosong, aku tidak tahu
apakah aku benar-benar memiliki pikiran. Tapi, aku sangat menikmatinya. Kau pun
tersenyum untuk terakhir kalinya sebelum matamu tertutup untuk selamanya.
Hari semakin
menjelang gelap, sebenarnya aku masih enggan meninggalkanmu sendiri disini. Aku
ingin selalu menemanimu. Aku mengeluarkan sesuatu dari dalam saku ku. Sesuatu
yang kau berikan di hari kelulusan, hadiah yang ku inginkan darimu. Mungkin
pulpen merah ini terlihat tidak berguna karena ini adalah pulpen yang sudah
kosong tanpa tinta di dalamnya, tapi ini bisa menorehkan sebuah cerita di dalam
hatiku. Akan ku bawa kemanapun aku pergi, sebenarnya kamu tetap bersamaku,
selalu. Aku pun menyadari aku akan selalu tersenyum ketika mengingatmu.
Perlahan, aku pun beranjak dari tanah merah bertabur bunga itu.