Mika berjalan dengan langkah santai menyelusuri koridor sekolahnya. Langkahnya menuju lapangan basket, ada pertandingan disana. Hari ini sekolahnya mengadakan class meeting sebagai refreshing setelah ujian semester kemarin. Langkah santainya pun sampai di dekat lapangan berpaving itu, tidak ada selera sama sekali untuk menonton pertandingan seperti itu, walaupun hari ini kelasnyalah yang sedang bertanding.
“Tidak ada yang perlu dilihat” batinnya. Iapun hendak memutar langkahnya untuk kembali ke kelas, berencana akan pulang, tapi tiba-tiba seseorang memanggilnya.
“Mika!!” Mika menoleh ke asal suara, ia mengenal suara itu. Seseorang bertubuh tinggi dan berbaju olah raga itu menghampirinya.
“Mau kemana?” ucapnya saat telah berhadapan dengan Mika.
“Pulang” jawab Mika singkat, membuat cowok itu sedikit mengerutkan dahinya seperti berpikir sejenak.
“Entar aku tanding lho, gak mau liat?”
Kini banyak mata memandang mereka. Siapapun pasti akan tertarik melihat ini, pembicaraan antara si cuek Mika yang sama sekali tidak peduli dengan keadaan sekitar sedang berbicara dengan Revan, bintang basket SMA Harapan, cowok yang baik dan ramah pada siapapun. Mika merasa banyak tatapan iri tertuju padanya, walaupun sangat cuek, ia suka membuat orang lain iri.
“Apa nanti aku dapet uang kalau aku liat kamu tanding?” Mika bertanya balik dan pertanyaannya disambut tawa oleh Revan. Kini semakin banyak mata yang memperhatikan mereka.
“Enggak, tapi kalau nanti aku menang, kamu dapet ice cream, Gimana?” Revan masih mengulum senyum saat mengatakan penawarannya. Ia suka dengan sikap gadis yang ada di depannya ini, selalu mengatakan apa saja yang terlintas di otaknya.
“Oke, tapi yang double.”
“Setuju!”
Penawaran yang menarik, ini hanya antara menang dan kalah, tidak ada perjanjian untuk menontonnya kan? Mika sedikit tersenyum saat Revan berpamitan padanya, karena pertandingan akan segera mulai. Babak pertamapun dimulai, Mika masih ada disana saat tiba-tiba seseorang menyenggol lengannya.
“Mika, elo kemana aja sih? kelas kita kalah nih.” Rina, sahabatnya sudah berdiri disebelahnya sambil membawa minuman. Ia berkeringat, sepertinya tadi ia sangat berjuang mendukung kelasnya. Mika tidak menjawab, matanya masih melihat Revan bermain.
“Eh, tahu gak elo? Dari tadi ya, banyak yang ngira kalau elo sama kak Revan pacaran, bener gak sih?” Mika kini menoleh pada Rina, masih tidak menjawab. Ia seperti ingin tersenyum, tapi entah apa yang perlu ia senyumi, itu tidak lucu. Kenapa hal seperti itu banyak yang peduli? Dia saja tidak ingin tahu tentang hubungan semua siswa disini tapi kenapa mereka ingin tahu hubungan antara dirinya dengan Revan? Aneh.
“Gak ada, cuma temen, sama kayak mereka semua, dia senior dan gue junior” jawabnya sambil mengambil minuman di tangan Rina dan meminumnya hingga tinggal setengah. Lalu iapun kembali menuju kelasnya, tanpa ia sadari ada tatapan kecewa saat ia meninggalkan lapangan basket itu. Sementara itu, Rina masih tetap mengejar langkah Mika.
“Gak mungkin! Elo aja gak pernah manggil dia kakak kayak gue dan yang lainnya, pasti ada apa-apa.” ucapnya masih menyelidik, ia masih ingin tahu tentang sahabatnya itu, karena ia tidak mau Mika menyembunyikan sesuatu darinya. Mika hanya tersenyum dengan introgasi Rina terhadapnya, sahabatnya itu memang selalu ingin tahu tentang apa saja, dan ia suka membuatnya penasaran seperti saat ini.
Ketika sampai di kelas, Mika menuju ke bangkunya dan bersiap-siap berbaring untuk tidur. Rinapun menyerah, mungkin ia harus menunggu untuk Mika bercerita sendiri kepadanya, lalu iapun kembali menuju lapangan basket. Sementara itu, Mika terdiam beberapa saat. Benar kata Rina, apa hubungan antara dirinya dengan Revan? “Tidak ada hubungan apa-apa” satu kalimat itulah yang selalu terlintas di otaknya, hingga akhirnya ia tertidur pulas.
“Bangun!!” seseorang mencubit pipi Mika, membuatnya mengaduh dan langsung bengun dari tidurnya.
“Lho, udah selesai? Gimana, menang apa kalah?” tanyanya setelah ia duduk diikuti Revan yang juga duduk di depannya.
“Kenapa mau tahu? Gak liat sendiri aja tadi” jawab Revan dengan ketus. Mika merasa ada yang aneh, ia tahu Revan pasti kecewa karena ia tidak menonton pertandingannya.
“Ya udah, kalau kalah gak apa-apa. Gak selamanya kita selalu menang kan?” seperti biasa, Mika menjawabnya dengan santai. Iapun berdiri dan mengambil tasnya.
“Kata siapa kalah? Aku menang kok, tapi aku gak bisa menangin perhatian kamu”
Kali ini Mika tersenyum.
“Oke! Kita beli ice cream, yuk!” ucapnya senang sambil menggandeng tangan Revan. Ia kembali menyelusuri koridor untuk menuju tempat parkir, tapi kali ini tatapan para siswa mengiringi langkah mereka. Sebenarnya, Mika menyukai Revan seperti ia menyukai ice cream. Tapi masih seperti sebelumnya, mereka tidak pacaran, hanya sebatas “teman” yang ikut campur urusan masing-masing.